• This is slide 1 description. Go to Edit HTML of your blogger blog. Find these sentences. You can replace these sentences with your own words.
  • This is slide 2 description. Go to Edit HTML of your blogger blog. Find these sentences. You can replace these sentences with your own words.
  • This is slide 3 description. Go to Edit HTML of your blogger blog. Find these sentences. You can replace these sentences with your own words.
  • This is slide 4 description. Go to Edit HTML of your blogger blog. Find these sentences. You can replace these sentences with your own words.
  • This is slide 5 description. Go to Edit HTML of your blogger blog. Find these sentences. You can replace these sentences with your own words.

Thursday, October 23, 2025

Sumatera Barat Peringkat 5 Peta Mutu Pendidikan Nasional 2025

 

Grafik Peta Mutu Pendidikan Nasional 2025

Grafik Rata-rata Skor SNP Berdasarkan Provinsi menunjukkan gambaran mutu pendidikan nasional yang masih beragam antar wilayah. Secara keseluruhan, rata-rata nasional berada pada skor 61,8, yang menandakan bahwa sebagian besar provinsi telah mencapai tingkat pemenuhan standar yang cukup baik, namun masih perlu peningkatan di beberapa aspek utama.

Provinsi DI Yogyakarta (66,4)Bali (65,9), dan DKI Jakarta (65,9) menempati posisi teratas. Capaian ini menunjukkan pengelolaan pendidikan yang efektif, dukungan kebijakan daerah yang kuat, serta pemerataan akses terhadap tenaga pendidik dan fasilitas belajar.

Selain itu, Jawa Tengah (65,6) dan Sumatera Barat (64,8) juga menunjukkan kinerja yang konsisten, didukung oleh budaya literasi dan inovasi pendidikan yang baik.

Beberapa provinsi seperti Sulawesi SelatanKalimantan Timur, dan Sumatera Selatan memiliki skor di kisaran 61–63. Hal ini menunjukkan bahwa upaya peningkatan mutu sudah berjalan, namun masih terdapat kesenjangan antar kabupaten/kota di dalam provinsi tersebut.

Beberapa provinsi di kawasan timur Indonesia, khususnya Papua Pegunungan (25,4)Papua Tengah (44,5), dan Papua (50,9), mencatat skor terendah. Faktor yang memengaruhi rendahnya skor antara lain keterbatasan akses geografis, distribusi guru yang belum merata, serta keterbatasan fasilitas pendidikan dan infrastruktur digital.

Kondisi ini mengindikasikan perlunya intervensi kebijakan yang lebih kontekstual dan berkelanjutan.Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat kesenjangan signifikan antara provinsi dengan skor tertinggi dan terendah, mencapai lebih dari 40 poin. Hal ini menegaskan bahwa peningkatan mutu pendidikan tidak dapat dilakukan dengan pendekatan seragam.

Beberapa langkah strategis yang perlu diperkuat antara lain:
  • Pendekatan berbasis konteks daerah, terutama di wilayah 3T (terdepan, terluar, tertinggal).
  • Pemanfaatan data Rapor Pendidikan untuk perencanaan dan intervensi berbasis bukti.
  • Penguatan kapasitas guru dan kepala sekolah melalui program pelatihan berkelanjutan.
  • Sinergi antar pemangku kepentingan – pemerintah daerah, BBPMP/BPMP, dan satuan pendidikan – untuk mempercepat pemerataan mutu.***

Wednesday, October 22, 2025

Jumlah ATS di Sumatera Barat

 

Grafik Jumlah Anak Tidak Sekolah (ATS) di setiap kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat.

Wilayah dengan Disparitas Tinggi

Grafik ini menyoroti daerah-daerah di Sumatera Barat yang memerlukan perhatian khusus dalam hal: Akses pendidikan, pencegahan putus sekolah, program penjangkauan dan pendidikan inklusif.
Data ini sangat penting untuk perencanaan kebijakan pendidikan di tingkat daerah dan provinsi.
  1. Kota Padang memiliki jumlah ATS tertinggi dengan 13.406 anak, menandakan kebutuhan serius terhadap intervensi pendidikan.
  2. Kabupaten Solok dan Pesisir Selatan juga memiliki jumlah ATS yang tinggi, masing-masing 11.381 dan 11.334 anak.
  3. Kota Sawahlunto, Padang Panjang, dan Kota Solok mencatat jumlah ATS terendah (di bawah 1.100 anak), menunjukkan cakupan pendidikan yang relatif baik.
  4. Perbedaan sangat besar antara kota/kabupaten satu dengan yang lain menggambarkan ketimpangan dalam akses pendidikan dasar dan menengah.
Keterkaitan Anak Tidak Sekolah dengan Literasi, Numerasi, dan Jenjang Pendidikan

Berdasarkan grafik tersebut, terdapat data:
  • Kab. Agam → -20,24
  • Kota Pariaman → -19,25
  • Kab. Pesisir Selatan → -10,69
  • Kota Sawahlunto → -9,96
  • Kab. Solok Selatan → -7,82
  • Kab. Tanah Datar → -7,46

Di daerah ini, justru anak-anak di desa lebih banyak berpartisipasi sekolah dibandingkan anak-anak kota. Hal ini bisa disebabkan oleh berbagai faktor, seperti kepadatan penduduk kota yang tinggi, keterbatasan fasilitas PAUD di wilayah urban pinggiran, atau preferensi keluarga di kota untuk menunda pendidikan formal.

Jumlah Anak Tidak Sekolah (ATS) yang tinggi menunjukkan bahwa banyak anak usia sekolah tidak mendapatkan layanan pendidikan formal. Hal ini berdampak langsung pada (1) tidak terbentuknya kemampuan literasi dasar (membaca dan memahami informasi) dan (2) tidak berkembangnya kemampuan numerasi (menghitung, menalar secara kuantitatif).

Anak-anak yang tidak bersekolah atau putus sekolah akan kesulitan mencapai kompetensi minimum, bahkan untuk standar dasar seperti membaca teks sederhana dan memahaminya (literasi). Melakukan operasi matematika dasar dan menerapkannya dalam konteks sehari-hari (numerasi).

Daerah dengan ATS tinggi seperti Kota Padang, Kab. Solok, dan Pesisir Selatan sangat mungkin menunjukkan capaian literasi dan numerasi yang rendah, karena: banyak anak tidak menyelesaikan pendidikan dasar dan terdapat hambatan struktural dan sosial dalam menjangkau layanan pendidikan berkualitas.

Jumlah ATS juga bisa dianalisis menurut jenjang:
Di jenjang SD (Sekolah Dasar), ATS berarti anak tidak mendapat fondasi literasi dan numerasi.
Di jenjang SMP dan SMA/SMK, ATS menunjukkan tingkat putus sekolah, yang menghambat pendalaman literasi dan numerasi tingkat lanjut.

Sebagai contoh:
Jika ATS tinggi pada usia 13–15 tahun (usia SMP), maka kemampuan literasi/numerasi lanjutan tidak akan terbentuk. Hal ini akan berdampak pada kesiapan kerja, keterampilan hidup, dan keberlanjutan pendidikan vokasi.***